Cina dan Jawa, merupakan dua etnis yang tidak pernah berhenti untuk saling berinteraksi. Kedua etnis ini memiliki keunikan dalam interaksi budayanya. Interaksi pada keduanya saling mengisi kekurangan dan kelebihna tanpa mengilangkan identitas aslinya. Entis Cina dan Jawa selalu hidup berdampingan, hal ini dikarenakan adanya rasa saling menghormati dan keharmonisasian dari dua etnis besar ini. Sejak tahun 1740 orang Tionghoa dan Jawa sudah berinteraksi dan hidup berdampingan dengan membawa kulturnya masing-masing. Dalam kata lain, pada pertumbuhan dan perkembangan di Jawa, etnis Cina selalu menyertai dan ikut berpartisipasi dalam pengembangan dan perubahan di Jawa.
Dalam sejarah perubahan Jawa, sampai terjadinya Palihan nagari, ialah Mataram dibagi menjadi dua, yang kita kenali sebagai Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta, etnis Cina menetap di dua wilayah masing-masing serta mendapat peran yang berbeda. Dari segi kebudayaan, keduanya terus menjalankan apa yang sekarang kita kenal sebagai persilangan, bahwa kultur Jawa dan Cina saling mengisi dan menghidupi.
Dari sejumlah persilangan antara Cina dan Jawa, khusuanya di Yogyakarta, salah satunya bisa kita kenali melalui kesenian dan Wacinwa, kependekan dari Wayang Kulit Cina-Jawa adalah salah satu bentuk dari persilangan itu. Wayang Kulit Cina Jawa (Wacinwa) yang dipamerkan dalam Pameran Temporer yang diselenggarakan oleh Museum Sonobudoyo ini merupakan bentuk silang budaya antara kebudayaan Cina dan Jawa.
Wayang Cina - Jawa diciptakan oleh Gan Thwan Sing (1895 – 1967) di Yogyakarta tahun 1925. Angka tahun pembuatan dapat diketahui dari tulisan yang ada di wayang gunungan koleksi Uberlingen. Pada gunungan tersebut terdapat tulisan “Dibuat oleh Gan Thwan Sing, 1925, Yogyakarta”. Wayang ini dibuat dengan cara memadukan budaya Cina dan Jawa. Sejauh ini hanya ada 2 (set) wayang kulit Cina-Jawa di dunia. Kedua set wacinwa tersebut awalnya merupakan milik Chineesch Institut Yogyakarta. Saat ini satu set disimpan di Museum Sonobudoyo Yogyakarta dan satu set lagi disimpan di Universitas Yale (Amerika) milik Dr. Walter Angst. Wayang ini bisa sampai ke Jerman dan saat ini di Amerika dikarenakan dibawa atau dibeli oleh Dr. F. Seltmann pada sekitar awal tahun 1960-an ketika ia sedang berkunjung ke Yogyakarta. Setelah F. Seltmann meninggal tahun 1995, wayang tersebut dibeli oleh Dr. Walter
Angst, kemudian sepeninggalan Dr. Walter Angst satu set Wacinwanya di hibahkan ke Univeritas Yale, Amerika.
Satu set Wacinwa koleksi museum Sonobudoyo terdiri atas 165 an tokoh wayang dan potongan karakter kepala. Saat ini keseluruhan wayang tersebut telah dibuat replikanya dan dapat dipentaskan. Bila dibandingkan dengan wayang kulit pada umumnya, ukuran Wayang Cina Jawa ini memiliki bentuk yang relatif kecil dan ukuran paling tinggi hanya mencapai 68 cm, atau sebesar wayang Kidangkencanan (wayang untuk dimainkan anak-anak). Wayang Cian Jawa koleksi musem Sonobudoyo ini sangat unik. Hal ini dikarenakan kepala tokoh dari wayang tersebut dapat diganti-ganti disesuaikan dengan karakter yang dikehendaki dalam pertunjukannya. Pemasangan gapit pada tokoh wayang hanya sampai pada leher bawah atau sejajar pundak. Ujung atas gapit benangnya agak longgar sehingga ada celah atau ruangnya. Kepala seorang tokoh dapat dilepas dan dipasang dengan kepala tokoh yang lain.
Orang-orang Cina mempunyai identik dengan dunia dagang, sehingga terasa sedikit aneh ketika melihat orang Cina peranakan tidak bersentuhan dengan dunia dagang, lebih-lebih malah memilih dunia seni, seperti Gan Thwan Sing. Ketika Gan Thwan Sing pindah di ke Yogyakarta pada awal abad ke-20, ia lebih senang bersentuhan dengan dunia pertunjukan. Sebagai bentuk uapaya dalama mengembangkan bakatnya, Gan Thwan Sing belajar seni pedalangan dan pertunjukan. Menurut Gan Thwan Sing Yogyakarta merupakan tempat yang tepat untuk mengembangkan dan memperdalam kecintaannya pada kesenian, khususnya seni pertunjukan.
Sebagi sebuah bentuk rasa cintanya terhadap kesenian, khusunya seni pertunjukan, lahirlah wayang kulit Cina-Jawa merupakan akhir dari pengembaraan Gan Thwan Sing di dunia pertunjukan. Hal ini yang kemudian melahirkan satu gagasan perpaduan antara tradisi Tiongkok dengan tradisi Jawa, yang mana kedua tradisi itu saling menghidupi.
_______________________
Tulisan ini diolah dari buku katalog seri Pameran Wayang Cina Jawa sebagai Silang Budaya Museum Sonobudoyo tahun 2014
Penulis
Jefri Eko Cahyono
Sumber
https://chc.ft.ugm.ac.id/mengenal-sejarah-seni-wacinwa-wayang-kulit-cina-jawa/