Kali, Amaterasu-omikami, dan Asy-Syamsi, Pijar Perempuan yang Benderang

Kali, Amaterasu-omikami, dan Asy-Syamsi, Pijar Perempuan yang Benderang

Gender merujuk pada karakteristik perempuan dan laki-laki yang dikonstruksi secara sosial meliputi norma, perilaku, dan peran masing-masing. Peran gender meliputi  kegiatan, tugas-tugas dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan serta harapan masyarakat tentang cara bertindak dan berperilaku berdasarkan jenis kelamin. Misalnya, seorang perempuan diharapkan sopan dan lemah lembut sedangkan laki-laki diharapkan lebih kuat, berani, percaya diri dan agresif.

Pembagian stereotip gender ini menyebabkan stigma perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah. Padahal, ada kalanya seorang perempuan memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Durga adalah gambaran kekuatan dahsyat yang dimiliki perempuan.

Diceritakan, kekuatan jahat para asura atau raksasa mendominasi dan menindas dunia para Dewa dalam waktu yang lama. Para Dewa yang kuat itu tidak berdaya. Akhirnya, para Dewa menyatukan kekuatan dan terwujudlah Dewi Durga. Durga yang lahir dari energi para Dewa, memproyeksikan kekuatan yang luar biasa. Kekuatan ini terwujud pada anggota badan, senjata-senjata, aksesoris-aksesoris, dan binatang tunggangan sang Dewi. Tubuhnya keemasan dan berkobar dengan kemegahan seribu matahari. Durga adalah salah satu personifikasi energi kosmik yang paling spektakuler. Kali, tercipta dari alis Durga. Kali dianggap sebagai bentuk “kuat” sang Dewi. Kali adalah simbol kekuatan yang dahsyat yang mampu menghancurkan semua rintangan. Kekuatan maha dahsyat Durga dan Kali mampu mengalahkan pasukan asura yang sudah membuat para Dewa kewalahan sekian lama. Durga adalah jawaban dari kebuntuan dan keputusasaan para Dewa.

Stereotip gender juga menumbuhkan pandangan masyarakat akan sifat maskulin dan feminin. Maskulin dikaitkan dengan laki-laki dan kekuatan. Feminin dikaitkan dengan perempuan dan kelembutan. Seperti dalam mitologi dunia, sebutan Dewa Matahari dan Dewi Bulan adalah frase yang umum. Namun, mitologi Jepang mengasosiasikan matahari sebagai Dewi dan bulan sebagai Dewa, yaitu Amaterasu Omikami, sang Dewi Matahari dan adiknya Tsukuyomi, sang Dewa Bulan. Amaterasu Omikami adalah figur utama dalam ajaran Shinto. Dia adalah manifestasi tertinggi dari alam semesta. Pancarannya memberikan kehidupan di bumi. Cahayanya meliputi segalanya, menghasilkan ladang padi, gandum, dan bunga yang subur. Amaterasu dihormati sebagai penguasa semua Dewa dan penjaga rakyat Jepang. Simbol matahari terbit di atas bendera Jepang adalah pelambangan atas dirinya dan kaisar Jepang disebut sebagai keturunan langsungnya.

Matahari dalam fiil femininnya tidak hanya disebutkan dalam mitologi saja, tetapi juga dalam Al-Quran. Al-Quran yang terkesan bias gender ternyata menyebut matahari dengan As-syamsi yang memiliki penanda gender feminin dan bulan dengan Al-Qamar yang memiliki penanda gender maskulin. Seperti halnya dengan tata bahasa lain yang memiliki penanda gender, alasan penandaan ini tidak dapat dijelaskan. Apalagi Al-Quran merupakan firman Allah yang setiap katanya dipilih langsung oleh-Nya.

Jika ditelaah lebih dalam, penggambaran as-syamsi dan Amaterasu memiliki sifat yang sama. Matahari disimbolkan sebagai dhiya’ yang bermakna sumber energi matahari berasal dari dirinya sendiri, sinar yang terpancar darinya sangat menyilaukan, sinarnya sebagai sumber kehidupan, sumber panas dan tenaga yang dapat menggerakkan makhluk-makhluk ciptaan-Nya.

Mengutip pendapat Azlie F. Rahman dalam blognya yang berjudul “ Matahari dan Rembulan, Sehari dan Semalam dalam Bahasa Arab”,  cahaya rembulan bersumber dari cahaya matahari, bulan akan kehilangan cahayanya jika tidak terkena sinar matahari. Begitu juga dengan laki-laki. Dalam hidupnya, perempuan -entah sebagai ibu atau istri- adalah cahaya penyemangatnya, bahkan hampir tidak ada laki-laki sukses tanpa perempuan yang mendukungnya.

Dari Kali, Amaterasu omikami, dan as-syamsi, dapat disimpulkan bahwa peran perempuan dalam kehidupan tidak dapat disepelekan. Di balik keanggunan, sifat lemah lembut dan mengasihinya, ia menyimpan energi dan potensi luar biasa yang mampu memecahkan persoalan pelik. Pijarnya benderang, seterang matahari yang memberikan kehidupan.

 

Penulis: Iccha Pratita Saraswati Saroha

Komentar

Artikel Terkait

Lebih Banyak