Dalam upaya peningkatan layanan, selain gedung lama yang dibangun oleh Java Instituut Museum Sonobudoyo pada masa akhir pemerintahan Hindia Belanda, mengembangkan gedung baru dan dua gedung adaptasi bangunan cagar budaya. Bangunan Cagar Budaya Eks Koni dimanfaatkan untuk pameran temporer, sedangakan Bangunan Cagar Budaya, sport hall dipergunakan untuk menyimpan, merawat dan mengkaji koleksi yang berupa naskah dan manuskrip. Sementara itu di tahun 2019 lalu, sebuah gedung pamer baru telah dibangun dengan lokasi berada di sisi utara.
Storyline yang disusun untuk penataan ruang pamer baru dirancang untuk menyesuaikan visi dan misi Museum Sonobudoyo. Ada pun visi dari museum Sonobudoyo ialah terwujudnya Museum Unggul Bertaraf Internasional yang mengekspresikan Budaya Jawa. Sementara itu, misi dari museum ialah mewujudkan museum yang unggul dan kompetitif sebagai sumber daya budaya, mewujudkan peran dan nilai strategis museum sebagai daya tarik utama pariwisata DIY, mewujudkan peran museum sebagai pelestari warisan budaya, dan terakhir ialah mewujudkan pengelolaan museum terpadu yang meliputi manajemen strategi, manajemen operasi, manajemen SDM, manajemen keuangan, dan manajemen pemasaran.
Budaya Jawa menjadi roh utama yang mengisi narasi yang diwujudkan dalam storyline. Gedung Pamer Baru diibaratkan menjadi sebuah ‘rumah’ bagi tradisi Jawa yang mencakup ragam wujud budaya Jawa. Ragam wujud budaya Jawa yang direpresentasikan dalam ruang pamer empat lantai menghadirkan representasi ruang dalam rumah tradisional Jawa yang dimulai dari ruang profane menuju privat.
Level pertama menghadirkan tema dengan narasi ‘Perjalanan dan Transportasi’ dan ‘Jamuan dan Perhelatan’. Tema ini menghadirkan koleksi mengenai peralatan transportasi mulai dari tradisional hingga modern untuk mengangkut penumpang yang hendak berpergian melawat. Koleksi terdiri dari miniature kendaraan dan tandu pengantin dari era HB VII. Sementara sub-tema berikutnya mengenai perjamuan menghadirkan kisah pertemuan masyarakat dalam sebuah acara perhelatan yang biasanya berupa upacara selametan atau jamuan makan yang dipengaruhi oleh kultur budaya Eropa. Rekam jejak acara perjamuan tradisional hingga masa kolonial hadir melalui koleksi peralatan makan, tableware, dan berbagai wadah dari perak.
Level kedua menghadirkan ‘Seni Pertunjukan dan Wayang: Boneka yang menghidupkan Dunia”. Ruang ini hadir sebagai bentuk representasi setelah ruang profan sebelumnya. Dibayangkan ruang ini merupakan ruang liminal antara privat dan profan yang dalam rumah tradisional Jawa dihadirkan dalam bentuk pringgitan. Ruang transisi ini biasanya disajikan berbagai pertunjukan kesenian seperti wayang, tari, atau permainan gamelan yang bisa dinikmati dari ruang publik maupun profane. Koleksi yang dihadirkan berupa wayang, patung penari Bedhaya, narasi Wayang Wong, dan gamelan.
Level Ketiga menghadirkan Senjata dan Tosan Aji. Berjalan dalam ruang ini, direpresentasikan merupakan ruang privat dalam rumah. Dengan sajian berbagai koleksi keris, tombak, dan tosan aji yang dimiliki oleh museum, ruang ini menghadirkan warisan budaya Keris yang memiliki simbol sebagai ‘kekuatan’ bagi ranah budaya Jawa.
Sementara itu level terakhir (keempat) menghadirkan narasi mengenai Daur Hidup dan Wastra Busana yang dihadirkan dalam bentuk koleksi batik. Daur hidup manusia yang dimulai sejak dari sejak janin hingga mati hadir dalam bentuk simbol-simbol yang muncul di batik. Sementara itu, Wastra Busana menghadirkan pernak-pernik busana yang tak hanay mengenai pakaian tapi juga meliputi perhiasan. Di level ini dihadirkan pula koleksi emas milik Museum Sonobudoyo yang selama ini telah disimpan sejak tahun 2010.